sabtu kemarin suaranya masih nyaring
di telingaku
mas, jangan tinggalkan akudi telingaku
begitu katanya
dengan tangan masih erat
memeluk tubuhku
memeluk tubuhku
tapi suaranya nyaringnya
membawa pilu yang begitu tajam
menusuk di jantungku
membawa pilu yang begitu tajam
menusuk di jantungku
semuanya sampai
luka duka dan nyeri yang ia lewati
luka duka dan nyeri yang ia lewati
membekas dimatanya
dengan tetes airmata
yang jatuh dibahuku
dengan tetes airmata
yang jatuh dibahuku
pagi kemarin
wajahnya masih sumringah
melempar senyum dipagi hari
mas, diminum kopinya nanti keburu dinginmelempar senyum dipagi hari
tangan halusnyapun masih terasa
dibahuku
dibahuku
setiap kali ia memijat bahuku
sepulang kerja
mas, jangan terlalu capek, nanti mas sakitsepulang kerja
malam ini
tak lagi kudengar
rintih dari kamarnya
rintih dari kamarnya
seperti tak ada duka
yang pernah singgah
yang pernah singgah
tak lagi kulihat ia duduk termenung
di jendela
di jendela
seperti tak ada cerita
yang selalu ia renungkan
yang selalu ia renungkan
tujuh tahun yang lalu
aku bertemu dengan narsih
aku bertemu dengan narsih
kala ia menangis tersedu
di bawah pohon randu dekat pos ronda
di bawah pohon randu dekat pos ronda
ia sendiarian…
lalu aku membawanya pulang
dan mengurusnya seperti adiku sendiri
dan mengurusnya seperti adiku sendiri
sampai hari ini ia masih seperti adiku
tapi hari ini
ia menghilang dari hidupku
ia berlalu bersama mata hari
entah
kemana ia berlalu anginpun tak tahu
hanya pesan yang ia tinggalkan di meja kamarnya
mas, jangan lupa minum obatnya
itu saja
ya itu saja dari narsih
galuh, 25 oktober 2006
salam,zaky
No comments:
Post a Comment