Saturday, January 27, 2007

POSO

//1
seliar nanar menjambaki belukar keyakinan
di antara bulu garuda dan ideologi yang merayap di dagingmu
aku temukan pahatan bunga mungkin larassepatu mungkin tulipalip
mungkin juga sergapan cakar senapan yang tak juga beranjak arif

memacam cogan yang menggigau
ada rentetan peluru yang berhamburan menjadi racau
ada takut yang akut atau sejenis fitnah yang bernanah
dan hutan amunisi tumbuh melebat di jantung tanah

//2
para pengungsi adalah deretan angkaangka
di ruang rapat dan cemilan selingan tawa joker
di pusat kota orangorang menterjemahkan luka
rapat dijejali gergasi yang berebut jadi broker

//3
semacam sakau saling pagut keringat dan darah
menagih dadah
ideologi yang membawa kedamaian
menjadi segalak senapan

Ciputat: Sanggar Altar, 25 Januari 2007

SULUR NALAR NANAR

:Nalar diarakarak menggelegak

akhir sepi tak bisa ditolak
kau tuangkan segelas anggur
meresap dalam sulursulur nalar
tak berkesudahan akukau mabuk

hati nanar
mendayungdayung
mata lamur
terhuyunghuyung

akhir sepi tak bisa dielak tak bisa ditangkap
pada sembahyangku aku memohon pada sembahyangku
aku disantap dalam lepas kalap gelap aku disantap
pada keteguhanku aku memeluk pada keteguhanku

:aku meraba lewat madah tak sudahsudah

Hendri Yetus Siswono
Parung, 23.30 WIB 15 Agustus 2006

MEDUSA

dari kumpulan 22 madah untuk li
: ujung sunyi
senyap. menarikku dalam igauan menarikku dalam gumam. menjalar
ke tubuh. ke jantung. ke koreng. ke luka. aku merasakan ular
dalam perut keluar menjalarjalar. lidahnya menjulurjulur
merayapi dada menjelma jadi nanar hilang nalar

: menembakkan cemburu juga prasangka tipu daya

aku terjerembab lagi dalam pesta dusta. jadi kalap jadi memar
sekian anggur disodorkan ke tenggorokanku mancur
aku limbung orangorang bersorak. perempuanperempuan mencibir
________________________________________memoyongkan bibir
apakah ini firdaus. taman anggur. memabukkan
apakah ini inferno. ularular menyemburkan api menghanguskan hati

: runcing
ah perempuan itu membetotku kuatkuat mencabut ular dalam dadaku
lalu semayamkan dalam kepalanya yang tolol itu
meliukkan rambut tariannya di atas perutku ikut dalam pesta tolol
______________________________________________
dan banal

: menembakkan resah sebintal tumbuh gasang dalam nadiku

medusa medusa medusa hentikan tarian tololmu itu
aku tak lagi tergoda cukup satu saja korban tololmu
hentikan liukkanmu. hentikan tarianmu. mari santai dan mabuk anggur
bicara tentang bunga. bulan. simpan ularmu dalam laci kunci erat
____________________________________________ rapatrapat

Sanggar Altar, 10.05 27 Agustus 2006

NYANYIAN KANGEN

kembali malam telah kita kalahkan
dengan segelas kopi hitam kepulan rokok dan
erangan cabul dari windows media player
lagak dari kepurbaan kita

panas mencakari dinding
menyedot udara segar malam yang bergelinjang
mengapaigapai menyelaraskan mimpi panjang
bangku depan sanggar kehilangan harapan dan kejangkejang


: di sini kita bebas apa yang tidak mungkin

tak ada yang lebih merdeka dari pada menjadi diri sendiri
bahkan bukan cuma malam tuhan juga telah kita kalahkan berulangkali
siapa itu yang berkata tidak betah
dan ingin pulang ke rumah

baik
baik
aku kirim kabar supaya engkau dijemput
dan diangkut

tidak betah
tapi apakah mungkin bisa
menghapus sekian jejak yang telah kita toreh
pada dinding pada karpet pada kasur pada bantal pada komputer
pada semua onggokan sampah yang berjibun di tiap pojok kamar

kita akan tetap di sini menampar sepi
kembali mengalahkan malam meski diamdiam lagi
kita juga dikalahkan pencuri yang datang pagipagi
: merampas mimpi

Ciputat: Sanggar Altar 5 Januari 2007
Hendri Yetus Siswono

Wednesday, January 17, 2007

SENJA SITU GINTUNG







: gerimis hari

setelah kita lewati malam penuh jelaga

kenapa lagi kita kembali menutup mata

menerkanerka warna luka di sekujur malam

senantiasa kita gumam kenangan masa silam

: situ gintung ada masa silam yang digantung


:gadis manis

merengkuh harap dekap senja matamu menghablur menaburnabur

menyelimuti tenang menggenang bimbang hati nyeri

lukaluka dalam perjalanan hari mencatat semua alunan sepi

pelukkan senja rona jingga memantulmantul lewat kecipak air

_____________________________________kisah cair

: situ gintung kenangkanlah kedalaman dendam

Ciputat, 21 Agustus 2006

MEMINTAL RESITAL







malam yang gaduh
kilatan blitz tepuk tangan tawa gadisgadis
konserto puluhan nada mendedah gerimis yang pejal

lelaki yang gaduh
kehadirannya mendecitkan suara miris
ia mencoba memainkan berlaratlarat syair berkarat ajal

seorang gadis berkerudung dan gairah ingin
menghampiri menyodorkan sebuah nada
nasi bungkus segelas air putih dan sepotong paha ayam

" makanlah mungkin anda lapar
kami sedang sibuk memintal sebuah resital

bagi masa depan yang tak mungkin kau kenal"

lalu tangan dekil mencukil secuil nasi yang dingin
matanya melayang dari ruang lantai dua
memandang jauh keluar jendela yang buram

sebuah bunga kemboja jatuh
mungkin dijotos usia mungkin terkena cucuran gerimis
atau mungkin dihempas nada resital yang sintal

selanjutnya dingin berlabuh
mengalir dari bulirbulir gerimis pada hujan januari yang sinis
sayang tak ada tempat untuk kopi kental pada malam resital

Parung, 23 Januari 2007

Jangan Kau Peluk Kami


Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu membatasi kata-kata kami.

Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu menjelma penjara pandangan kami.

Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu borgol pikiran kami.

Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu memasung langkah kami.

Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu pagar imajinasi kami

Jangan kau peluk kami,

jika pelukanmu momok masa depan kami.

Jangan kau peluk kami,

Biarkan kami berdiri di jalan ini

Membebaskan kata-kata kami

Membebaskan pandangan kami

Membebaskan langkah kami

Membebaskan imajinasi kami

Membebaskan masa depan kami

Jangan kau peluk kami.

2003, Jakarta

Demokrasi


Ha ….?!!

Apa?

Apaan?

Ha …..?!!

Ngak jelas

…………..

Apa?

Kurang keras

Apa?, apa?

Ha ….?!

Demokrasi?????

(tertawa)

Basi !!!!

2001, Jakarta

Monday, January 15, 2007

Tentang Narsih


sabtu kemarin suaranya masih nyaring
di telingaku
mas, jangan tinggalkan aku
begitu katanya
dengan tangan masih erat
memeluk tubuhku
tapi suaranya nyaringnya
membawa pilu yang begitu tajam
menusuk di jantungku
semuanya sampai
luka duka dan nyeri yang ia lewati
membekas dimatanya
dengan tetes airmata
yang jatuh dibahuku

pagi kemarin
wajahnya masih sumringah
melempar senyum dipagi hari
mas, diminum kopinya nanti keburu dingin
tangan halusnyapun masih terasa
dibahuku
setiap kali ia memijat bahuku
sepulang kerja
mas, jangan terlalu capek, nanti mas sakit

malam ini
tak lagi kudengar
rintih dari kamarnya
seperti tak ada duka
yang pernah singgah
tak lagi kulihat ia duduk termenung
di jendela
seperti tak ada cerita
yang selalu ia renungkan

tujuh tahun yang lalu
aku bertemu dengan narsih
kala ia menangis tersedu
di bawah pohon randu dekat pos ronda
ia sendiarian…
lalu aku membawanya pulang
dan mengurusnya seperti adiku sendiri
sampai hari ini ia masih seperti adiku
tapi hari ini
ia menghilang dari hidupku
ia berlalu bersama mata hari
entah
kemana ia berlalu anginpun tak tahu
hanya pesan yang ia tinggalkan di meja kamarnya
mas, jangan lupa minum obatnya

itu saja
ya itu saja dari narsih


galuh, 25 oktober 2006
salam,
zaky

Pada Hendri


Perjalanan ini adalah bayangan usia yang engkau kunyah

Langkahmu adalah kata kata waktu

Yang setiap detiknya melahirkan sejarah

Dari ejaan ejaan nafas yang kau hembuskan

Lamat lamat

kata usia dalam aortamu akan menua

mejadi keriput dan tertelan jaman

berbahagialah dalam teriakanmu yang lantang

dengan sabda sabda indahmu

semoga malam akan mengengan

setiap huruf yang pernah kau enyahkan dari jiwamu


Lenteng Agung, 16 Agustus 2006

Salam,

Zaky