//1
seliar nanar menjambaki belukar keyakinan
di antara bulu garuda dan ideologi yang merayap di dagingmu
aku temukan pahatan bunga mungkin larassepatu mungkin tulipalip
mungkin juga sergapan cakar senapan yang tak juga beranjak arif
memacam cogan yang menggigau
ada rentetan peluru yang berhamburan menjadi racau
ada takut yang akut atau sejenis fitnah yang bernanah
dan hutan amunisi tumbuh melebat di jantung tanah
//2
para pengungsi adalah deretan angkaangka
di ruang rapat dan cemilan selingan tawa joker
di pusat kota orangorang menterjemahkan luka
rapat dijejali gergasi yang berebut jadi broker
//3
semacam sakau saling pagut keringat dan darah
menagih dadah
ideologi yang membawa kedamaian
menjadi segalak senapan
Ciputat: Sanggar Altar, 25 Januari 2007
Saturday, January 27, 2007
POSO
SULUR NALAR NANAR
:Nalar diarakarak menggelegak
akhir sepi tak bisa ditolak
kau tuangkan segelas anggur
meresap dalam sulursulur nalar
tak berkesudahan akukau mabuk
hati nanar
mendayungdayung
mata lamur
terhuyunghuyung
akhir sepi tak bisa dielak tak bisa ditangkap
pada sembahyangku aku memohon pada sembahyangku
aku disantap dalam lepas kalap gelap aku disantap
pada keteguhanku aku memeluk pada keteguhanku
:aku meraba lewat madah tak sudahsudah
Hendri Yetus Siswono
Parung, 23.30 WIB 15 Agustus 2006
MEDUSA
senyap. menarikku dalam igauan menarikku dalam gumam. menjalar
ke tubuh. ke jantung. ke koreng. ke luka. aku merasakan ular
dalam perut keluar menjalarjalar. lidahnya menjulurjulur
merayapi dada menjelma jadi nanar hilang nalar
: menembakkan cemburu juga prasangka tipu daya
aku terjerembab lagi dalam pesta dusta. jadi kalap jadi memar
sekian anggur disodorkan ke tenggorokanku mancur
aku limbung orangorang bersorak. perempuanperempuan mencibir
________________________________________memoyongkan bibir
apakah ini firdaus. taman anggur. memabukkan
apakah ini inferno. ularular menyemburkan api menghanguskan hati
: runcing
ah perempuan itu membetotku kuatkuat mencabut ular dalam dadaku
lalu semayamkan dalam kepalanya yang tolol itu
meliukkan rambut tariannya di atas perutku ikut dalam pesta tolol
______________________________________________dan banal
: menembakkan resah sebintal tumbuh gasang dalam nadiku
medusa medusa medusa hentikan tarian tololmu itu
aku tak lagi tergoda cukup satu saja korban tololmu
hentikan liukkanmu. hentikan tarianmu. mari santai dan mabuk anggur
bicara tentang bunga. bulan. simpan ularmu dalam laci kunci erat
____________________________________________ rapatrapat
Sanggar Altar, 10.05 27 Agustus 2006
NYANYIAN KANGEN
kembali malam telah kita kalahkan
dengan segelas kopi hitam kepulan rokok dan
erangan cabul dari windows media player
lagak dari kepurbaan kita
panas mencakari dinding
menyedot udara segar malam yang bergelinjang
mengapaigapai menyelaraskan mimpi panjang
bangku depan sanggar kehilangan harapan dan kejangkejang
: di sini kita bebas apa yang tidak mungkin
tak ada yang lebih merdeka dari pada menjadi diri sendiri
bahkan bukan cuma malam tuhan juga telah kita kalahkan berulangkali
siapa itu yang berkata tidak betah
dan ingin pulang ke rumah
baik
baik
aku kirim kabar supaya engkau dijemput
dan diangkut
tidak betah
tapi apakah mungkin bisa
menghapus sekian jejak yang telah kita toreh
pada dinding pada karpet pada kasur pada bantal pada komputer
pada semua onggokan sampah yang berjibun di tiap pojok kamar
kita akan tetap di sini menampar sepi
kembali mengalahkan malam meski diamdiam lagi
kita juga dikalahkan pencuri yang datang pagipagi
: merampas mimpi
Ciputat: Sanggar Altar 5 Januari 2007
Hendri Yetus Siswono
Wednesday, January 17, 2007
SENJA SITU GINTUNG
: gerimis hari
setelah kita lewati malam penuh jelaga
kenapa lagi kita kembali menutup mata
menerkanerka warna luka di sekujur malam
senantiasa kita gumam kenangan masa silam
: situ gintung ada masa silam yang digantung
:gadis manis
merengkuh harap dekap senja matamu menghablur menaburnabur
menyelimuti tenang menggenang bimbang hati nyeri
lukaluka dalam perjalanan hari mencatat semua alunan sepi
pelukkan senja rona jingga memantulmantul lewat kecipak air
_____________________________________kisah cair
: situ gintung kenangkanlah kedalaman dendam
Ciputat, 21 Agustus 2006
MEMINTAL RESITAL
malam yang gaduh
kilatan blitz tepuk tangan tawa gadisgadis
konserto puluhan nada mendedah gerimis yang pejal
lelaki yang gaduh
kehadirannya mendecitkan suara miris
ia mencoba memainkan berlaratlarat syair berkarat ajal
seorang gadis berkerudung dan gairah ingin
menghampiri menyodorkan sebuah nada
nasi bungkus segelas air putih dan sepotong paha ayam
" makanlah mungkin anda lapar
kami sedang sibuk memintal sebuah resital
bagi masa depan yang tak mungkin kau kenal"
lalu tangan dekil mencukil secuil nasi yang dingin
matanya melayang dari ruang lantai dua
memandang jauh keluar jendela yang buram
sebuah bunga kemboja jatuh
mungkin dijotos usia mungkin terkena cucuran gerimis
atau mungkin dihempas nada resital yang sintal
selanjutnya dingin berlabuh
mengalir dari bulirbulir gerimis pada hujan januari yang sinis
sayang tak ada tempat untuk kopi kental pada malam resital
Parung, 23 Januari 2007
Jangan Kau Peluk Kami
jika pelukanmu membatasi kata-kata kami.
Jangan kau peluk kami,
jika pelukanmu menjelma penjara pandangan kami.
Jangan kau peluk kami,
jika pelukanmu borgol pikiran kami.
Jangan kau peluk kami,
jika pelukanmu memasung langkah kami.
Jangan kau peluk kami,
jika pelukanmu pagar imajinasi kami
Jangan kau peluk kami,
jika pelukanmu momok masa depan kami.
Jangan kau peluk kami,
Biarkan kami berdiri di jalan ini
Membebaskan kata-kata kami
Membebaskan pandangan kami
Membebaskan langkah kami
Membebaskan imajinasi kami
Membebaskan masa depan kami
Jangan kau peluk kami.
2003, Jakarta
Demokrasi
Apa?
Apaan?
Ha …..?!!
Ngak jelas
…………..
Apa?
Kurang keras
Apa?, apa?
Ha ….?!
Demokrasi?????
(tertawa)
Basi !!!!
2001,
Monday, January 15, 2007
Tentang Narsih
di telingaku
memeluk tubuhku
membawa pilu yang begitu tajam
menusuk di jantungku
luka duka dan nyeri yang ia lewati
dengan tetes airmata
yang jatuh dibahuku
melempar senyum dipagi hari
dibahuku
sepulang kerja
rintih dari kamarnya
yang pernah singgah
di jendela
yang selalu ia renungkan
aku bertemu dengan narsih
di bawah pohon randu dekat pos ronda
dan mengurusnya seperti adiku sendiri
zaky
Pada Hendri
Perjalanan ini adalah bayangan usia yang engkau kunyah
Langkahmu adalah kata kata waktu
Yang setiap detiknya melahirkan sejarah
Dari ejaan ejaan nafas yang kau hembuskan
Lamat lamat
kata usia dalam aortamu akan menua
mejadi keriput dan tertelan jaman
berbahagialah dalam teriakanmu yang lantang
dengan sabda sabda indahmu
semoga malam akan mengengan
setiap huruf yang pernah kau enyahkan dari jiwamu
Lenteng Agung, 16 Agustus 2006
Salam,
Zaky